“Masih Gelap”: I Made Rediyudana Kritik Proses Penyidikan Pembacokan Santri di Ibun
Krismanto - 23 Juli 2025

Krismanto - 23 Juli 2025
TOP JABAR – Pasca tewasnya seorang santri bernama Ahmad Nurhidayat (14) warga Solokanjeruk yang di bacok oleh FH (23) anak pemilik ponpes di Ibun, Kabupaten Bandung, I Made Rediyudana, kuasa hukum keluarga korban menyuarakan keprihatinannya terkait dugaan kejanggalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian.
Menurut I Made, ada indikasi bahwa penyidikan terlalu cepat mengambil kesimpulan dan kurang mendalam, terutama terkait keterangan saksi dan barang bukti.
“Saya memang tidak dari awal menangani kasus ini, tapi jika kita lihat dari keterangan saksi, semuanya tidak saling mendukung. Antara barang bukti dan keterangan saksi juga tidak saling berkaitan,” ujar Rediyudana saat ditemui di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Rabu, 23 Juli 2025.
Salah satu poin yang disoroti I Made adalah munculnya pernyataan dari pengacara terdakwa yang menyebutkan bahwa korban ditusuk dari belakang, mengindikasikan tidak adanya perlawanan dari Ahmad Nurhidayat (korban).
“Ini yang seharusnya didalami. Saya sangat menyayangkan karena ini bukan kerugian materi, tapi nyawa. Saya rasa masih terlalu cepat dan kurang pendalaman,” tegasnya.
I Made juga mempertanyakan minimnya keterangan dari korban perempuan yang turut terluka dalam insiden tersebut.
“Jika memang ada hubungan akibat dari kejadian perempuan yang dilukai, seharusnya yang dikejar adalah keterangan perempuan ini,” katanya.
Selain itu, I Made juga menyoroti pengamanan lokasi kejadian perkara (TKP) yang dinilai kurang.
“Tadi saya lihat dari keterangan di sidang itu pengamanan di TKP juga tidak ada. Di mana kejadiannya? Ini dari pertama kali sidang kita belum dapat nih. Kejadian di mana nih? Apakah di luar area pesantren atau tidak?” tanyanya.
Lanjut I Made, bahwa sebagai sebuah sekolah, area kobong (asrama) wanita dan pria seharusnya terpisah dan ada penjagaan.
“Ke mana penjagaannya? Ini pendalaman-pendalaman seharusnya dari Polres,” imbuhnya.
Ia merasa bahwa ada ketidakadilan dalam penanganan kasus ini, di mana korban yang berasal dari keluarga tidak mampu seolah-olah ditangani seadanya.
“Keadilan ini masih tumpul ke atas, masih tajam ke bawah. Jadi ketika korbannya sekarang ini tidak mampu, akhirnya ya sekenanya saja. Asal jadi saja yang penting bisa P21 (berkas perkara lengkap),” kritiknya.
Meskipun mengakui bahwa kasus ini wajib disidangkan karena terdakwa sudah menyerahkan diri, I Made menekankan pentingnya pendalaman penyebab kejadian agar semuanya menjadi terang benderang.
“Jika terang, tidak akan banyak pertanyaan dan kejanggalan. Karena ini masih gelap, masih banyak kegelapan di sini,” ucapnya.
I Made juga menyatakan bahwa pihak keluarga korban tidak dilibatkan dalam proses rekonstruksi.
“Waktu itu saya belum tahu, tapi katanya sih tidak dilibatkan. Seharusnya itu dilibatkan,” tegasnya.
“Bahkan dari Polsek juga saya ada kejanggalan, kenapa tidak diamankan lokasi TKP? Itu yang sebenarnya harusnya didalami dulu. Amankan dulu TKP-nya, seperti apa,” pungkas I Made, menyoroti pentingnya prosedur standar pengamanan TKP dalam penyelidikan kasus.**