Abortus Provocatus : Tindakan Yang Dilarang Namun Masih Banyak Dilakukan

Redaksi - 4 April 2023

TOP JABAR – Sekali berbuat dosa, pemicu dilakukannya dosa-dosa yang lain. Begitulah yang terjadi pada umumnya. Abortus provocatus seringnya dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan akibat perbuatan dosa berzina. Namun tak sedikit seorang ibu dalam status pernikahan menggugurkan kandungannya dengan alasan ekonomi dan sosial, seolah tidak percaya bahwa Tuhan yang menciptakan makhluk bernama manusia di dalam kandungannya juga akan memenuhi kebutuhan hidup makhluk-Nya itu asalkan orang tua yang dititipkannya mau berusaha. Kondisi ini menguji iman seseorang.

Abortus provocatus atau sering dikenal dengan istilah aborsi bukan hanya sekedar masalah medis atau kesehatan saja, namun juga merupakan masalah yang muncul karena manusia mengikuti budaya barat. Aborsi terjadi dimana-mana, data menunjukkan bahwa aborsi sudah dikenal dimasyarakat dengan beberapa alasan, yaitu alasan belum siap, menutupi rasa malu, tidak mau merepotkan orang tua dan tuntutan pekerjaan. Aborsi banyak terjadi pada remaja yang terlibat pergaulan bebas yang berawal dari pacaran, hingga terseret pada perzinahan, karena malu dan takut ketahuan mereka menggugurkan kandungannya. Kasus aborsi juga sering terjadi pada kehamilan akibat perkosaan. Aborsi merupakan fenomena “terselubung” karena praktik aborsi ini tidak tampil ke permukaan dan cenderung ditutupi oleh pelaku aborsi ataupun masyarakat. Ketertutupan ini dipengaruhi oleh hukum formal yang berlaku, nilai-nilai sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat.

Masalah aborsi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan menjadi bahan kajian menarik serta menjadi fenomena sosial. Fenomena ini berkaitan dengan persoalan kesehatan reproduksi perempuan. Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah karena praktek aborsi terutama bagi ibu pada usia belia.

Abortus provocatus menjadi persoalan hukum yang sering menimbulkan pro dan kontra. Kelompok pro pada dasarnya tidak secara langsung mendukung aborsi, namun lebih menekankan pada pentingnya melindungi hak-hak reproduksi yang dimiliki oleh perempuan dan jaminan kehidupan masa depan anak. Bagi yang pro-aborsi berpandangan bahwa perempuan mempunyai hak penuh atas tubuhnya. Perempuan berhak untuk menentukan sendiri mau hamil atau tidak, mau meneruskan kehamilannya atau menghentikannya. Kelompok kontra-aborsi lebih menekankan pada hak hidup yang dimiliki oleh janin sebagai manusia yang berhak hidup. Hak untuk hidup merupakan hak absolut yang harus dilindungi oleh negara dan tidak boleh dikurangi oleh siapapun. Bagi mereka yang kontra-aborsi, aborsi adalah pembunuhan kejam terhadap janin.

Aborsi dalam bahasa latin adalah abortus, yaitu berhentinya kehamilan sebelum usia 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Istilah abortus juga menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin terkecil yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan mempunyai berat badan lahir 297 gram. Namun janin yang lahir dengan berat kurang dari 500 gram jarang dapat hidup terus, oleh sebab itu abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.

Abortus provocatus merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan dan merupakan tindakan yang dapat membahayakan kesehatan. Abortus provocatus dibagi dalam 2 jenis, yaitu Abortus Provocatus Therapeuticus dan Abortus Provocatus Criminalis. Abortus provocatus therapeuticus merupakan abortus provocatus yang dilakukan atas dasar pertimbangan kedokteran dan dilakukan oleh tenaga yang berpendidikan khusus serta profesional. Sedangkan Aborus Provocatus criminalis merupakan abortus provocatus yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan biasanya oleh tenaga yang tidak terdidik secara khusus, termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan Abortus Provocatus tersebut. Abortus Provocatus Criminalis merupakan salah satu penyebab kematian wanita dalam masa subur di negara-negara berkembang.

Dalam sistem hukum di Negara Indonesia, terdapat aturan hukum yang pro dan kontra mengenai aborsi. Dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat, sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan sebagai berikut :

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

  1. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
  2. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara umum pengaturan mengenai aborsi terdapat Pasal 299, 346, 347, 348 dan 349. Pasal-pasal tersebut jelas dan tegas mengatur larangan melakukan aborsi dengan alasan apapun, termasuk aborsi karena alasan darurat (terpaksa) yaitu sebagai akibat perkosaan, baik bagi pelaku ataupun yang membantu melakukan aborsi. Bahkan apabila yang membantu melakukan aborsi adalah ahli medis maka hukumannya dilipatgandakan.

Meskipun terdapat pro dan kontra tentang aborsi, secara jelas dan tegas Undang-Undang menyatakan bahwa pada dasarnya aborsi adalah perbuatan yang dilarang, tetap saja dalam kenyataan sekarang ini, aborsi tetap marak dengan berbagai cara dan alasan yang mendasarinya.***\

Penulis: dr. Fitri Agustina Huspa, SpF.M., sebagai mahasiswa Magister Ilmu Hukum UNISBA 2022-2023.

Loading

TERKAIT: