Nisya Ahmad Dorong Kesadaran Masyarakat Terkait Perlindungan Perempuan
Krismanto - 3 Juli 2025

Breaking News:
IJTI Korda Bandung Tutup Libur Panjang Sekolah dengan Kebersamaan di Ranca Upas
Fraksi Gabungan Soroti Perubahan APBD 2025: Tegaskan Komitmen untuk Bandung
Polisi Amankan Puluhan Botol Miras dan Flare di Laga Piala Presiden 2025 di Stadion Si Jalak Harupat
Tes Terstandar Literasi dan Numerasi Menguji Daya Konsentrasi & Kejelian Siswa
Krismanto - 3 Juli 2025
TOP JABAR – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Komisi V, Nisya Ahmad, menggelar sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan di kawasan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis, 3 Juli 2025.
Nisya Ahmad menegaskan pentingnya kehadiran negara dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan, terutama dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, hingga pernikahan dini yang masih marak terjadi.
“Masih banyak masyarakat yang belum tahu harus ke mana melapor saat mengalami tindakan kekerasan,” ujar Nisya.
“Sosialisasi ini menjadi salah satu tugas saya sebagai anggota DPRD, agar masyarakat paham bahwa pemerintah sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang kuat untuk perlindungan perempuan,” sambungnya.
Sebagai anggota Komisi V DPRD Jabar yang membidangi kesejahteraan rakyat, Nisya menambahkan bahwa komisinya kerap berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat.
Dalam beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Komisi V juga melakukan advokasi dengan menghadirkan para korban untuk audiensi, dan selanjutnya mengarahkan ke dinas teknis terkait.
“Ketika ada laporan soal KDRT atau pelecehan seksual terhadap anak, kami sering melakukan pendampingan. Kami bantu advokasi dan fasilitasi jalur hukum atau psikologis yang harus ditempuh,” tuturnya.
Selain itu, Nisya juga menyoroti fenomena pernikahan dini yang masih terjadi di masyarakat. Ia menekankan bahwa pernikahan di bawah usia 19 tahun tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berdampak serius terhadap kondisi fisik dan mental remaja perempuan, bahkan berpotensi menyebabkan stunting pada anak.
“Banyak yang tidak tahu kalau anak di bawah umur yang menikah belum sah secara hukum. Nantinya anaknya bisa tidak mendapat akta kelahiran atau sulit mengakses layanan publik. Makanya penting ada pendampingan sejak awal,” jelasnya.
Melalui Perda ini, Nisya berharap masyarakat semakin sadar bahwa perlindungan perempuan bukan hanya tanggung jawab individu, tapi juga menjadi prioritas pemerintah daerah.
Ia juga mendorong masyarakat untuk tidak ragu melaporkan tindakan kekerasan dan aktif mengakses layanan yang telah disediakan pemerintah.
“Pemerintah daerah sudah hadir. Tinggal bagaimana masyarakat tahu dan berani menggunakan haknya untuk dilindungi. Sosialisasi ini salah satu upaya kita untuk membangun kesadaran bersama,” pungkas Nisya.**