Warga Kesulitan Mencari Elpiji 3 Kg, Aturan Baru Dinilai Menyulitkan
Krismanto - 3 Februari 2025

Breaking News:
Mahasiswa STIK Angkatan 82 Gelar Pengabdian Masyarakat di Wilayah Hukum Polresta Bandung
BRI RO Bandung Salurkan Bantuan dalam Program “Berbagi Bahagia Bersama BRI Group”
Polisi Tangkap 21 Anggota Geng Motor dalam 38 Jam, 5 Pelaku Utama Diringkus di Garut
Dramatis! Oknum TNI Pelaku Penembakan 3 Polisi Akhirnya Di Tangkap
Krismanto - 3 Februari 2025
TOP JABAR – Sejak diberlakukannya kebijakan baru terkait distribusi gas elpiji 3 kg yang hanya bisa dibeli di agen resmi, warga mulai merasakan kesulitan.
Salah satunya adalah Tini (45) warga Manglayang, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, yang mengaku kesusahan mendapatkan gas untuk kebutuhan sehari-hari.
Menurut Tini, sebelum aturan ini diterapkan, ia bisa membeli gas di warung sekitar rumahnya dengan lebih mudah, meskipun harganya sedikit lebih tinggi.
Namun kini, ia harus berjalan jauh menuju pangkalan resmi, hanya untuk mendapatkan jatah gas yang terbatas.
“Saya cuma dikasih tiga tabung. Itu buat jualan loh. Bayangkan, dari rumah ke pangkalan jauh-jauh, cuma dapat segitu,” ujarnya saat ditemui di Cileunyi. Senin, 3 Februari 2025.
“Saya kan pedagang kecil, kasihan juga yang lain, seperti penjual bala-bala, gorengan, dan nasi goreng,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Tini juga menyoroti aturan baru yang mengharuskan warga memiliki izin usaha untuk bisa membeli gas melon lebih banyak.
Menurutnya, kebijakan ini memberatkan masyarakat kecil yang hanya membutuhkan gas untuk kebutuhan rumah tangga atau usaha kecil-kecilan.
“Orang kecil kayak saya, masa harus bikin izin usaha? Ini kan cuma untuk masak dan jualan kecil-kecilan, bukan usaha besar,” tambahnya.
Ia berharap agar pemerintah segera mengevaluasi aturan ini dan mencari solusi yang lebih berpihak kepada rakyat kecil.
Salah satu usulan yang ia sampaikan adalah mendirikan lebih banyak pangkalan LPG di daerah pelosok, agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan gas.
“Harapannya gas kembali normal seperti dulu. Kalau bisa, harga juga jangan naik, kasihan rakyat kecil,” jelasnya.
Sementara, Jajang (43) salah satu warga Cileunyi, Kabupaten Bandung yang keseharian berjualan dan rumahnya jauh dari perkotaan mengaku kesulitan beradaptasi dengan kebijakan ini.
Biasanya, ia bisa membeli gas di warung dekat rumah kapan saja dibutuhkan. Namun kini, ia harus pergi lebih jauh ke pangkalan resmi, yang sering kali kehabisan stok karena persediaan di pangkalan terbatas.
“Biasanya tinggal beli di warung dekat rumah, sekarang harus antre di agen. Kalau datang kesiangan, gasnya sudah habis,” ujar Jajang.
“Kalau beli di warung kan gampang, meskipun harganya sedikit lebih mahal. Sekarang harus ke agen atau pangkalan yang jauh, sementara saya harus tetap jualan setiap hari,” ungkap Jajang.
Kebijakan baru ini memang bertujuan untuk menyalurkan LPG subsidi tepat sasaran. Namun di lapangan, warga merasa semakin sulit mendapatkan gas, terutama mereka yang tinggal jauh dari agen resmi.
Pemerintah diharapkan dapat mencari solusi agar distribusi gas elpiji 3kg tetap lancar tanpa menyulitkan masyarakat kecil.***