Demi Keadilan Korban, LBH-PUI Desak Hukuman Mati untuk Pelaku Kekerasan Seksual 8 Santriwati di Pesantren Soreang
Krismanto - 22 Oktober 2025

Krismanto - 22 Oktober 2025
TOP JABAR – Lembaga Bantuan Hukum Persatuan Umat Islam (LBH-PUI) menegaskan komitmennya untuk mengawal tuntas kasus kekerasan seksual yang menimpa delapan santriwati di salah satu pondok pesantren Santri Sinatria Qurani di Kampung Gunung Aseupan, Desa Karamatmulya, Kecamatan Soreang.
LBH-PUI mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, untuk memberikan tuntutan dan putusan yang maksimal, bahkan menargetkan hukuman mati bagi pelaku berinisial RR (30).
Hal ini disampaikan oleh Ketua LBH-PUI Pusat, Etza Imelda Fitri saat ditemui di Pengadilan Bale Bandung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurut Imelda, penanganan kasus ini sudah dimulai sejak Mei 2025. Korban adalah delapan santriwati yang berusia antara 14 hingga 17 tahun. Pelaku, yang merupakan seorang pendidik di pesantren tersebut, diduga melakukan perbuatan kekerasan seksual ini berkali-kali.
”Kondisi anak, status dalam trauma, karena memang ini dilakukan berkali-kali oleh pelaku,” ujar Imelda.
Sejak awal, LBH-PUI telah memberikan pendampingan hukum dan advokasi langsung di tingkat kepolisian. Pendampingan ini akan terus dikawal hingga proses putusan pengadilan.
Selain itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga terlibat aktif memberikan perlindungan, bantuan rehabilitasi, dan konseling kepada para korban.
Dalam proses persidangan kedua, delapan anak korban hadir sebagai saksi, ditambah lima orang saksi dari orang tua korban yang turut melapor dan memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
LBH-PUI mendesak Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung untuk mengajukan tuntutan bukan hanya maksimal, tetapi menggunakan ketentuan undang-undang dengan mempertimbangkan bahwa korban lebih dari satu.
”Kami menghimbau Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung untuk melakukan tuntutan bukan hanya maksimal, tapi menggunakan ketentuan undang-undang. Karena korbannya lebih dari satu, tuturnya.
“Kita LBH-PUI akan kawal sampai tuntas untuk pelaku RR ini hukuman mati. Untuk membayar atau benar-benar untuk memberikan satu perlindungan dan harga keadilan untuk korban,” tegasnya.
Jika putusan pengadilan tidak sesuai harapan, LBH-PUI berencana untuk berkirim surat langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto guna meminta atensi khusus negara terhadap perkara ini sebagai jaminan perlindungan anak-anak.
Imelda juga mengungkapkan fakta terkait operasional pesantren tersebut. Berdasarkan informasi yang didapat, perizinan pesantren sudah dicek dan diketahui tidak memenuhi persyaratan. Bupati Bandung disebut sudah melakukan kunjungan ke lokasi.
Selain itu, terkait pendidikan anak-anak di sana, LBH-PUI menemukan bahwa anak-anak yang menempuh pendidikan di pesantren itu juga tidak terdaftar secara pendidik dan segala macam. Sekolah ini diduga mengambil paket di luar dan perizinan pendidikannya belum terpenuhi.
Imelda menyoroti bagaimana pelaku memanfaatkan dan memanipulasi korban, menggunakan segala cara upaya mempengaruhi, bahkan menggunakan dalih agama, untuk mencapai keinginan bejatnya.
Imelda menegaskan, LBH-PUI berencana akan mengerahkan massa untuk mengawal proses penuntutan dan persidangan, memastikan hakim bertindak seadil-adilnya dan berpihak kepada korban.
Mereka berharap, kasus ini menjadi catatan serius untuk dunia pendidikan, khususnya pesantren, agar kejadian serupa tidak terulang.
Atas peristiwa ini, dukungan penuh terhadap LBH-PUI juga datang dari DPW PUI Jawa Barat
Irwan Umbara. Ia menyatakan, PUI akan sangat mendukung LBH-PUI untuk menuntaskan kasus ini agar memberikan efek jera kepada pelaku.
DPW PUI Jawa Barat juga memberikan perhatian dan pendampingan kepada para korban agar tetap optimis dan tidak terlarut dalam trauma.
”Kami dari DPW-PUI Jawa Barat yang melalui LBH-PUI, kita sangat mensupport LBH-PUI untuk mentuntaskan kasus ini, sehingga memberikan jerak kepada pelaku,” tutup Irwan Umbara.**