Wakil Ketua DPR RI Dorong Transformasi Pesantren dan Tegaskan Pentingnya Penertiban Pesantren Ilegal
Krismanto - 27 Juni 2025

Krismanto - 27 Juni 2025
TOP JABAR — Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menegaskan pentingnya transformasi pendidikan pesantren di Indonesia sebagai respons atas tantangan zaman yang semakin kompleks.
Hal ini disampaikannya ketika dirinya pernah menghadiri International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) 2025.
Dalam acara tersebut sekaligus menyoroti maraknya pesantren ilegal yang tidak memenuhi syarat dasar pendirian lembaga pendidikan agama.
Menurut Cucun, pesantren saat ini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata atau dianggap sebagai lembaga konvensional yang ketinggalan zaman.
Justru, ia menekankan bahwa nilai-nilai dasar pendidikan modern seperti STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) sesungguhnya sudah lama hidup dalam tradisi pesantren.
“Kita kadang lupa, tokoh-tokoh seperti Ibn Rushd, Ibn Al-Jabbar, dan ilmuwan Muslim lainnya merupakan produk sistem pendidikan yang berbasis keislaman,” ujar Cucun saat ditemui di Majalaya, Kabupaten Bandung. Jumat, 27 Juni 2025.
“Maka pesantren hari ini harus direaktualisasi, harus mampu menjawab tantangan zaman seperti perkembangan teknologi dan tuntutan pasar kerja,” tambahnya.
Cucun juga memberikan apresiasi terhadap lembaga pendidikan seperti Civitas Akademik Bina Cendekia yang telah mulai menerapkan teknologi dalam pembelajaran serta fokus pada peningkatan kemampuan bahasa asing dan keterampilan digital seperti coding.
Hal ini dianggap sebagai langkah nyata pesantren dalam bertransformasi agar lulusannya mampu bersaing secara global.
Namun, di balik semangat transformasi tersebut, Cucun juga memberikan perhatian serius terhadap maraknya pesantren ilegal, khususnya di wilayah Kabupaten Bandung. Ia mengingatkan Kementerian Agama agar tidak sembarangan dalam memberikan izin operasional pesantren.
“Jangan terlalu mudah mengeluarkan izin. Pastikan pesantren itu memenuhi arkanul ma’had atau rukun-rukun dasar pesantren,” tuturnya.
“Harus ada tenaga pengajar, santri yang belajar, kurikulum pendidikan agama yang jelas, serta sarana dan prasarana yang memadai,” tegasnya.
Lebih jauh, ia juga menyoroti adanya penyalahgunaan institusi pesantren, termasuk dugaan eksploitasi hingga kekerasan seksual, yang mencoreng citra pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang seharusnya membentuk karakter.
“Kalau ada lembaga yang hanya mengumpulkan orang tanpa kejelasan pendidikan, bahkan mengeksploitasi, maka itu bukan pesantren, itu harus kita tertibkan,” ungkapnya.
“Saya sudah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan Kementerian Agama di daerah pemilihan saya untuk mendata dan memastikan keberadaan pesantren yang benar-benar sesuai ketentuan,” jelasnya.
Melalui langkah ini, Cucun berharap masyarakat kembali percaya terhadap sistem pesantren yang berkualitas, relevan, dan bermartabat.
Ia menegaskan komitmennya untuk mengawal kebijakan pesantren baik dari sisi legislasi maupun pengawasan lapangan, demi menjamin generasi muda Indonesia mendapatkan pendidikan agama yang aman, legal, dan modern.**