Peran dan Strategi SJSN Dalam Mendukung UHC Upaya Menanggulangi Risiko Kesehatan Masyarakat
Roel - 15 Juli 2024

Breaking News:
Jalankan Instruksi Gubernur, Bapenda Kabupaten Bandung Pastikan Penghapusan Denda Pajak
Dorong UMKM Naik Kelas, Alfamart Gaungkan Inisiatif UMKM Tumbuh Bersama
Gelar Gerakan Pangan Murah di Polsek Majalaya, 10 Ton Beras Ludes Terjual
Disnaker Kabupaten Bandung Gelar Job Fair di Cangkuang, Tawarkan Ratusan Lowongan Kerja
Roel - 15 Juli 2024
TOP JABAR – Setiap warga negara tanpa terkecuali masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan berkualitas. Dimana hal tersebut sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar tahun 1945.
Program jaminan sosial di Indonesia dilakukan dalam bentuk bantuan sosial atau dapat juga melalui bentuk asuransi.
Bantuan sosial dapat diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat atau dari pengusaha kepada karyawan dengan cuma-cuma atau subsidi seperti pemeriksaan dokter, pengobatan, perawatan rumah sakit dan lain-lain.
Banyak negara merasa tidak mampu memberikan bantuan sosial untuk semua jenis resiko dan membatasi bantuan hanya untuk kejadian tertentu seperti bencana alam, wabah penyakit, kelaparan dan sejenisnya.
Solusinya adalah melalui program asuransi, pada program ini, anggota masyarakat secara bergotong-royong diminta memberikan iuran untuk membiayai akibat resiko yang diderita oleh anggota lain.
Otomatis, secara operasional asuransi-asuransi tersebut dapat dikelola oleh pemerintah sendiri atau pihak swasta.
Aji Saptaji, Aktivis Buruh Gapermindo Jawa Barat mengatakan sistem Jaminan Sosial Nasional adalah instrumen negara yang dilaksanakan untuk mengalihkan risiko individu secara nasional.
“Yang pasti dikelola sesuai asas dan prinsip-prinsip dalam undang-undang yang membahas mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional,” katanya. Senin, 15 Juli 2024.
“Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit,” ujarnya.
“Selain itu juga seperti mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun,” sambungnya.
Ia mengungkapkan Pandemi Covid-19 memberikan pembelajaran dan refleksi penting, bahwa sistem kesehatan nasional (SKN) di Indonesia masih lemah.
“Khususnya kemampuan pencegahan termasuk testing, tracing dan tracking. Serta kemampuan penanganan lonjakan kasus pada pelayanan kesehatan,” tuturnya.
Lanjut Aji, Sistem Jaminan Sosial dibentuk dalam upaya untuk mendukung tercapainya cakupan kesehatan semesta (Universal Health Coverage, UHC). Yang berarti setiap orang dapat menerima layanan kesehatan berkualitas, kapan dan dimana pun dibutuhkan.
“Mencapai UHC bukanlah hal yang mudah, namun dengan tindakan nyata dan terkoordinasi. Negara-negara dapat menciptakan kondisi, dimana hak atas kesehatan terjamin, ditegakkan dan dihormati bagi semua orang,” jelasnya.
“WHO juga mengingatkan bahwa, UHC bukan jaminan kesehatan tak terbatas atau pengobatan gratis. UHC bukan semata tentang pembiayaan kesehatan, namun mencakup pengelolaan semua komponen sistem kesehatan,” ujarnya.
“UHC bukan hanya terbatas pada pembiayaan layanan kesehatan dasar minimal, namun harus meningkatkan cakupan pada saat sumber daya sudah makin baik,” tuturnya.
Perlu diketahui, dalam rangka mewujudkan UHC, Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/KIS) sejak 1 Januari 2014.
Program ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Program JKN/ KIS bertujuan untuk memberikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan finansial.***